Jika hilal telah nampak di suatu daerah, namun tidak nampak di daerah lain, maka ada dua rincian:

Pertama: Jika daerahnya berdekatan maka hilal berlaku atas daerah tersebut.

Kedua: Jika daerahnya berjauhan maka hilal tidak berlaku atas daerah tersebut.

Jauh artinya jika seseorang safar ke sana maka ia boleh mngqoshor sholatnya (83 KM), jika tidak maka daerah tersebut dianggap dekat.

Ini yang ditetapkan oleh Ar Rofi’i.

Atau;

Pertama: Jika daerahnya memiliki kesamaan waktu terbit dan waktu terbenamnya, maka hilal berlaku atas daerah tersebut.

Kedua: Jika daerahnya memiliki perbedaan waktu terbit dan tenggelamnya, maka hilal tidak berlaku.

Ini yang ditetapkan oleh An Nawawi dan diikuti oleh Syafi’iyah generasi belakangan.

Madzhab Syafi’i dalam hal ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama (madzhab hanafi, maliki dan hanbali) yang memberlakukan ketetapan hilal atas daerah yang dekat maupun yang jauh.

Sumber bacaan:
~ Ifadatus Sadatil ‘Umad
~ At Taqrirotus Sadidah
~ Al Jumal ‘Ala Syarhil Minhaj
~ Al Fiqhul Manhaji
~ Mulakhosh Fiqhish Shoum Minal Mausu’atil Fiqhiyah
~ Tahqiqur Roghobat

*Catatan dari Ustadz Luthfi Haidaroh (Majelis Syariah Jamaah Ansharusyariah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *